INFO BARU

Sabtu, 04 September 2010

MERTUA KU ????????????

Tak Akur Dengan Mertua

“Setajam-tajamnya duri pohon lidah buaya masih lebih tajam lidah ibu mertua,” pepatah yang tidak jelas sumbernya ini (mungkin dari para menantu perempuan yang bermasalah dengan ibu mertuanya) seolah membenarkan mitos tentang ibu mertua yang cenderung digambarkan sebagai sosok yang nyinyir terhadap menantu perempuannya. Gambaran serupa bisa dijumpai di sinetron-sinetron televisi.

Ibu mertua yang judes, egois, sewenang-wenang, selalu ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya, seolah-olah menjadi gambaran yang memewakili sosok ibu mertua secara umum. Tetapi ini tidak semuanya benar, karena masih banyak ibu mertua yang berhati mulia dan memiliki hubungan baik dengan menantu perempuannya.

Setiap pernikahan melahirkan hubungan kekerabatan. Maka di antara persiapan penting yang dibutuhkan untuk menjalani pernikahan adalah kesiapan diri untuk menerima dengan ikhlas keadaan calon pasangannya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kemudian setelah itu yang tidak bisa diangggap remeh adalah kesiapan untuk menerima keadaan keluarganya terutama kedua orang tuanya dengan apa adanya. Karena harus disadari suka atau pun tidak, ketika kita menikahi pasangan kita, itu artinya kita membawa serta semua keluarganya untuk masuk dalam kehidupan kita. Di sinilah pentingnya memahami ketika menikah ternyata proses adaptasi bukan hanya kita lakukan terhadap suami tapi juga kepada ibu, ayah dan saudara-saudaranya.

Umumnya, hubungan antara menantu laki-laki dengan ibu dan ayah mertuanya, tidak akan banyak muncul banyak masalah, begitu pula antara menantu perempuan dengan ayah mertua. Yang sering terjadi masalah adalah hubungan antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya. Entah kenapa, kedua sosok ini sering digambarkan tidak bisa akur, sehingga bila ada seorang isteri yang menceritakan bila hubungannya dengan ibu mertuanya cukup harmonis, maka komentar yang muncul adalah, “Wah hebat, kasus langka!,” tetapi jika diceritakan tentang menantu perempuan yang sering konflik dengan ibu mertuanya, maka komentar yang akan keluar adalah “Ah itu sihBiasa!”.

Kisah menantu perempuan yang tidak akur dengan ibu mertuanya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Apalagi jika tinggal serumah. Tapi bukan berarti masalah antara menantu dan mertua tidak bisa diselesaikan.

Ada dua macam konflik antara mertua dan menantu. Yakni konflik terbuka dan tertutup. Konflik terbuka terjadi jika menantu perempuan mengomentari atau mendebat langsung apa yang dilakukan atau dikatakan ibu mertuanya. Dan sebaliknya. Sedangkan konflik tertutup terjadi ketika si menantu enggan bertemu atau berbicara dengan mertuanya.

Menghadapi masalah seperti ini, Psikolog Indah Kumala Hasibuan memberi tiga tips, yakni sopan, sabar dan tegas. Sopan berarti, dalam mengungkapkan sesuatu yang tidak disukai, menantu sebaiknya mengatakan dalam tutur bahasa halus dan sopan.

Setiap keluarga memang memiliki sifat dan kebiasaan yang berbeda-beda, perbedaan inilah yang harus dipahami dan disesuaikan bagi pasangan muda yang masih tinggal bersama sang mertua. Perasaan takut dan tertekan sering kali muncul sehingga terkadang menimbulkan konflik antara mertua dan mantu. Konflik antara menantu dan mertua juga sering kali terjadi karena kurangnya komunikasi yang terjalin antara kedua belah pihak, momok mertua yang terkesan suka mengkritik, menggurui, merasa lebih baik dan sebagainya biasanya muncul bagi mereka yang kurang mengenal sang mertua sehingga perasaan tertekan sudah muncul diawal.

Pelajaran yang dapat dipetik adalah bagi suami berhati-hatilah memperlakukan isteri, jangan sampai membuat ibu kita merasa tersingkir dan marah sehingga membuat amal ibadah anda tidak berdaya menghadapi terlukanya hati ibu Anda. Dan bagi para istri, jangan menganggap remeh kedudukan ibu mertua karena sampaikan kapan pun ibu mertua mempunyai hak penuh atas putranya. Karena itu, seorang istri yang cerdas seharusnya lebih berpikir untuk dapat merebut hati ibu mertua, sebab dengan begitu akan sekaligus mendapat cinta suami, daripada memikirkan masalah atau konflik dengan ibu mertua yang tidak ada habisnya.

Memang, konflik antara mertua dan menantu bukanlah hal baru. Terlebih, jika keduanya berada dalam satu atap. Gesekan demi gesekan pun sering terjadi. Akibatnya, bukan tidak mungkin jika pasangan terbawa dalam konflik itu, sehingga hubungan perkawinan menjadi tidak harmonis lagi. Rumah pun tak lagi nyaman dihuni.

“Kalaupun ada pergesekan, anggap hal yang wajar tidak perlu dimasukan ke hati. Jangankan dengan ibu mertua, dengan orangtua sendiri yang melahirkan kita pun kadang konflik itu terjadi. Yang penting ada usaha menyangangi mertua, biar tetap disayang,” ujar Indah Kumala yang bertugas di RSU Pirngadi Medan.

Menurut Indah, menyayangi dan mencintai mertua adalah kewajiban diri kita sebagai menantunya. Menyayangi mertua sebagai bukti cinta kita pada suami sebagai pengganti kasih sayang putranya yang menyayangi diri kita. Jika kita mencintai suami dengan sempurna, kita harus bisa mencintai ayah bunda serta keluarganya.

“Selain menganggap mertua sebagai orangtua sendiri, cobalah untuk menganggapnya sebagai teman. Dengan menganggapnya sebagai teman, akan lebih mudah bagi kita untuk mendekatinya,” bilangnya.

Kata Indah, untuk menghapuskan konflik mertua dan menatu, setidaknya bisa memanfaatkan momen bulan Ramadan ini untuk saling menyayangi. “Ramadan adalah bulan baik, jadi manfaatkanlah Ramadan untuk saling menyayangi,” pungkasnya.

Beruapayalah membuat mertua sayangBuatlah mertua Persoalan konflik dengan mertua juga beberapa kali pernah diangkat dalam tayangan film. Seperti film decade tahun 70-an, sebuah film produksi Malaysia menayangkan film berjudul ‘Ibu Mertuaku’. Film ini dibawakan aktor kondang asal Indonesia yang tenar di Malaysia, P Ramlee. Zaman itu, film kisah sedih ini sangat tenar di Malaysia dan Indonesia yang mengisahkan kekejaman ibu mertua. (ila/net)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar